Pengertian
wali songo
Kata
“wali” berasal dari bahasa Arab
yang artinya pembela, teman dekat, dan pmimpin. Dalam pemakaiannya wali
biasanya di artikan sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT. Ada[un kata “songo” berasal dari bahasa Jawa
yang artinya sembilan. Maka, Wali Songo secara umum diartikan sebagai sembilan
wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT. terus-menerus beribadah
kepadanya serta memiliki kemampuan-kemampuan di luar kebiasaan manusia.
Wali
songo sangat berperan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia khususnya di
Jawa. Cara penyebaran Islam yang dilakukan oleh para wali songo sangat menarik.
Mereka mampu menggunan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh
berbagai golongan maayarakat.
Biografi
dan Sejarah Wali Songo
Dalam
penyiaran Islam di Jawa, wali songo dianggap sebagai kepala kelompok dari
sejumlah besar mubalight Islam yang
mengadakan di daerah-daerah yang belum memeluk agama Islam. Mereka adalah :
Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan
Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.
1.
Sunan Gresik
Nama
aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, wafat di Gresik, 12 Raiul awal 822/8
April 1419). Salah seorang dari wali songo yang di yakini sebagai pelopor
penyebaran Islam di Jawa. Ia juga di kenal dengan nama Maulana Maghribi atau
Syekh Maghrib, karena di duga berasal dari wilayah Maghribi, Afika Utara.
Adapula yang mengenalnya sebagai Jumadil Kubra. Akan tetapi, masyarakat umum di
Jawa lebih mengenalnya sebagai Sunan Gresik, karena tempat tinggal untuk
menyiarkan agama Islam dan pemakamannya berada di daerah Gresik.
Maulan
Malik Ibrahim sudah belajar agama Islam sejak kecil, arena beliau dilahirkan
dan di besarkan di tengah keluarga Muslim yang taat beragama. Setelah dewasa,
beliau menikah dengan seorang putri bangsawan bernama Dewi Candrawulan, putri
pertama Ratu Campa yang telah menganut agama Islam dan merupakan istri
Brawijaya, raja Majapahit terakhir.
Ketika
pertama kali beliau datang ke Jawa, pada mumnya masyarakat itu adalah pemeluk
agama Hindu/Budha dan berada di bawah pemerintahan kerajaan Majapahit.
Masyarakat menganut struktur social yang berkasata, yaitu kasta Sudra, kasta
Waisya,bkasta Ksatria, dan kasata Brahmana.
Sebelum
menyiarkan agama Islam, beliau mendekati penduduk setempat untuk mengenal adat
istiadatnya terlebih dahulu. Dengan cara itu, Islam mudah di terima oleh
golongan yang menjadi sasaran penyebaran.
Metode
dakwah yang beliau terapkan cukup unik dan tepat, yaitu dengan membuka warung
untuk berjualan kebutuhan sehari-hari dengan harga murah, juga mengadakan
pengobatan gratis. Beliau juga membangun msjid dan pondok pesantren di dusun
Pesucian, sekitar 9 km utara Kota Gresikpada tahun 801 H/1392 M.
Beliau
mencoba merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta terendahdalam budaya Hindu.
Metode ini ternyata berhasil, terbuktisedikit demi sedikit masjid yang di
bangun beliau ramai di kunjungi warga yang sudah memeluk agama Islam. Dan Islam
pun berkembang di pulau Jawa, bahkan di daerah-daerah Nusantara.
2.
Sunan Ampel (Campa, Aceh, 1401-Ampel,Surabaya,1481)
Nama
aslinya Raden Rahmat Istrinya adalah seorang putri Tuan yang bernama Nyai Ageng
Manila. Dari pernikahan itu beliau mempunyai 4 orang anak, dan dua diantaranya
aalah sunan yang tergabung dalam wali songo.
Sunan
Ampel adalah penerus cita-cita dan perjuagan Maulana Malik Ibrahim. Beliau
memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya.
Sehingga beliau dikenal dengan Pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur.
Di pesantren inilah beliau mendidik para pemuda Islam untuk menjadi tenaga da’i yang akan di sebar
keseluruh Jawa.
Sebagai
seorang ulama yang giat berdakwah, Sunan Ampel mempunyai ajaran yang terkenal dngan sebutan “molimo” . “Mo” berarti tidak mau,
sedangkan limo adalah 5 perkara. Jadi, “molimo” adalah tidak mau melakukan 5 perkara yang
terlarang. Kelima ajaran Sunan Ampel itu adalah:
1.
Emoh Main, artinya tidak mau main judi
2.
Emoh Ngumbi, artinya tidak mau minum-minuman yang memabukka.
3.
Emoh Madat, artinya tidak mau mengisap candu atau ganja.
4.
Emoh Maling, artinya tidak mau mencuri atau Kolusi.
5.
Emoh Madon, artinya tidak mau main perempuan yang bukan isterinya (zina).
Menurut
Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh dikalangan istana Majapahit.
Kedekatan beliau tersebut memebuat penyebaran Islam di Daerah kekuasaan
Majapahit, khususnya di pantai utara Pulau Jawa, tidak mendapat hambatan yang
berarti, bahkan mendapat izin dari penguasa kerajaan.
Sunan
Ampel tercatat sebagai perancang kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa dengan ibu Kota Bintoro, Demak. Beliaulah yang
mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak, yang di pandang punya jasa
paling besar dalam meletakkan peran politik umat Islam di Nusantara. Disamping
itu, beliau juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479.
3.
Sunan Giri (Blambangan, pertengahan abad ke 15- Giri, 1506)
Nama
aslinya Raden Paku, dikenal juga
dengan sebutan Prabu Satmata, kadang-kadang disebut juga dengan Sultan Abdul
Fakih. Di kenal sebagai Sunan Giri, karena beliau, mendirikan pesantren di
dekat sebuah gunung yaitu gunung giri dan berdakwah disana sampai akhir
hayatnya dan dimakamkan disana. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak (adik
dari Maulana Ibrahim). Ibunya bernama Dewi Sekardadu dari Blambangan.
Raden
Paku di angkat anak oleh seorang wanita kaya bernama Nyai Gede Maloka, Babad
Tanah Jawa disebut Nyai Ageng Tandes. Beranjak dewasa Raden Paku belajar agama di Pondok Pesantren Ampel Denta pimpinan Sunan
Ampel. Di sana beliau menjadi teman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu
Maulana Makdum Ibrahim.
Dalam
perjalanan beliau ke haji bersama Sunan Bonang, mereka terlebih dahulu
memperdalam ilmu pengetahuan di Pasai, yang ketika itu menjadi tempat berkembangnya
ilmu ketuhanan, keimanan,
dan tasawuf. Di sinilah Raden Paku sampai pada tingkat ilmu laduni, sehingg
gurunya menganugrahkan gelar ‘Ain al-Yaqin.
Sebagai
seorang ulama yang wara’,Sunan Giri sangat-sangat berhati-hati dalam memutuskan masalah ubudiyah. Dalam masalah ini beliau
berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan Hadis. Bahkan beliau berpendapat “bahwa ibadah mau tidak mau
harus sesuai dengan ajaran Nabi saw, tidak booleh di campur adukan dengan adat istiadat yang bertolakk belakang dengan
ajaran tauhid”. Pendapatnya itu dilandasi oleh firman Allah:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah Kamu mempersekutukan-Nya…”(QS. An Nisa :36)
Sunan
Giri terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokrasi, beliau mendidik
anak-anak melalui berbagai permainan yang berjiwa agama, misalya jelungan,
jamuran, gendi ferit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-iilir, dan
sebagainya. Beliau juga dipandang sebagai orang yang sangat berpengaruh
terhadap jalannya roda Kesultanan Demak Bintiro (kesultanan demak)., sebab
setiap kali muncul maalah penting yang harus diputuskan, wal yang lain selalu
menantikan kepuutusan dan pertimbangannya.
4.
Sunan Bonang (Ampel Denta, Surabaya, 1456-Tuban, 1525)
Sunan
Bonang dikenal dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahimm, atau Raden Ibrahim
(Makhdum adalah gelar yang bisa di berikan kepada seorang ulama besar di India,
dan berarti orang yang dihormati). Kemudian beliau menikah dengan Dewi Hiroh,
beliau memperoleh seorang putri yang bernama Dewi Rukhil yang kemudian di
persunting oleh Sunan Kudus.
Dalam
kegiatan dakwahnya, beliau telah berhasil mengubah jalan Raden Syahid dari
kesesatan kemudian beliau membimbing Raden Syahid
dalam masala keagamaan sehingga Raden Syahid menjadi seorang alim yang kemudian dikenal dengan julukan Sunan
Kalijaga. Kegiatan dakwah Sunan Bonang dipusatkan di sekitar Jawa Timur,
terutama di daerah Tuban. Beliau mendirikan Masjid Sangkal Dhaha. Dalam
aktivitas dakwahnya, beliau beliau mengganti nama
dewa-dewa dengan nama nai dan malaikat dalam Islam dengan maksud agar penganut
agama Hindu dan Budha mudah diajak masuk agama Islam.
Mengingat
orang-orang Hindu/Budha gemar memainkan seni gamelan Jawa, maka Sunan Bonang
menambahi dengan instrumen Bonang. Lirik-lirik tembang yang diciptakannya sarat
akan nilai-nilai ketuhanan. Tembang Tombo Ati adalah salah satu karya beliau
yang fenomenal. Tembang itu dipopulrkan oleh Emha Ainun Najib sekitar tahun
1990, dan semakin populer setelah dinyanyikan dan diaransemen oleh Opick.
Ajaran
Sunan Bonang berintikan filasafat cinta atau isyq. Menurutnnya, cinta sama
dengan iman yaitu pengetahuan intutif (ma’rifat) dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Ajaran
tersebut di sampaikannya melalui media kesenian, dibantu murid utamanya, Sunan
Kalijaga.
Sunan
Bonang juga merupakan guru bagi Raden Fatah. Karena, beliau telah memberikan
pendidikan Islam kepada putra raja Majapahit Prabu Brawija V tersebut, yang
kemudian menjadi sultan pertama Demak. Catatan-catatan pendidikam tersebut
dikenal dengan “Suluk Sunan Bonang” atau “Primbon Sunan Bonang”. Isu buku tersebut berbentuk prosa ala Jawa Tenagh, kalimatnya sangat banyak
dipengaruhi bahasa Arab,dan sampai sekarang antara lain masih tersimpan di
Universitas Laiden, Negeri Belanda.
5.
Sunan Drajat (Ampel Denta, Surabaya , sekitar tahun 1470-Sedayu, Gresik,
pertengahan abad ke-16)
Nama
aslinya adalah Masih Munat atau Raden atau juga Syarifuddin. Beliau adalah
putra Sunan Ampel yang kedua. Setelah menguasai pelajaran agama dari sang ayah,
beliau hijrah kedesa Drajat di Lamongan, dan mendirikan padepokan santri Dalem
Duwur, yang sekarang bernama desa Drajat. DI daerah inilah Sunan Drajat
memusatkan dakwahnya, beliau juga memegang kendali kerajaan di wilayah perdikan
Drajat.
Sebagai
seorang ulama’, beliau mengajarkan sifat tawakal sebagai salah satu ajaran akhlaknya.
Mengenai ajaran tawakal, beliau menyatakan bahwa “apa yang terjadi pada diri
manusia memang sudah ditentukan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Karena itu, manusia
disamping harus menyerahkan nasib kepada Allah, dia juga harus tetap berusaha.
Dengan bertawakal secara benar dan bersungguh-sungguh kebenaran janji Allah
akan datang”. Hal itu sesuai firman Allah yang dikutip oleh Sunan Drajat:
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya”. (QS. At-Talaq : 3).
Hal
yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat
serius pada masalah-masalah sosial. Beliau terkenal mempunyai jiwa sosial dan
teman-teman dakahnya selalu berorientasi pada kegotongroyongan. Beliu selalu
memberi pertolongan kepada umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai
suatu proyek sosial yang dianjurkan agama lslam.
Karena
keberhasilannya menyebarkan Islam dan menanggulangi kemiskinan, Sunan Drajat
memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Fatah, Sultan Demak 1 tahun saka
1442 atau 1520 M.
6.
Sunan Gunung Djati (Mekkah, 1448-Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat)
Nama
aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Beliaulah pendiri dinastri raja-raja
Cirebon dan kemudian juga Banten.
Nama
lain dari Sunan Gunung Jati adalah Fatahillah atau Falatehan. Bahkan sumber
lain menyebutkan tujuh nama bagiannya, yaitu: 1). Muhammad Nuruddin, 2). Syekh
Nurullah, 3). Sayyid Kamil, 4). Bulkiyyah, 5). Syekh Azkurullah 6). Syarif
Hidayatulllah, 7). Makdum Jati.
Sunan
Gunung Jati adalah cucu raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Yaitu, putra dari Nyai
Lara Santang (anak kedua raja Pajajaran) degan Maulana Sultan Mahmud (Syarif
Abdullah), seorang bangsawan Arab yang berasal dari Bani hasyim. Pernikahan
mereka terjadi ketika Nyai Lara Santang dan kakaknya Raden Walangsungsng pergi
haji yang merupakan perintah guru mereka yaiu Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul
Jati) di Gunung Ngamparan Jati.
Settelah
dewasa, Syarif Hidayatullah memilih berdakwah ke tanah Jawa daripada menetap di
tanah Arab. Beliau kemudian menemui Raden Walangsungsang yang sudah bergelar
Pangeran Cakrabuana. Setelah pamannya itu wafat, beliau menggantikan kedudukan
dan kemudian berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kesultanan.
Beliau kemudian terkenal dengan dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Menurut
Purwaka Carunban Nagari, Sunan Gunnung Jati, sebagai salah seorang wali songo,
mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti kerajaan Demak dan
Pajang, karena kedudukannya sebagai raja dan ulama, beliau di beri gelar Raja
Pandita. Beliauu mengembangkan agama Islam ke daerah daerahlain di Jawa Barat,
seperti Majalengka, kuningan, kawli (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Beliau
meletakkan dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam
Banten pada tahun 1525 atau 1526. ketika beliau kembali ke Cirebon, Banten di
serHKn kepada anaknya, sultan Maulana Hasanudin yang kemudian menurunkan
raja-raja Banten.
Setelah
Sunan Gunung Jati wafat, Cirebon mengalami pasang surut. Kendati demikian,
peranan histories keagamaan yang dijalankannya tak pernah hilang.
7.
Sunan Kudus (abad ke 15-Kudus, 1550)
Nama
aslinya Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung,. Kadang beliau
dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab ketika menunaikan ibadah haji beliau
bertindak sebagai pemimpi rombongan (amir).
Sunan
Kudus adaah putra Raden Usman Haji, yang menyiarkan Islam di daerah Jipang
Panoalan, Blora. Sedangkan Sunan Kudus sendiri menyiarakan agama Islam di
daerah Kudus dan sekitarnya, dan beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang
ilmu agama, terutama dalam ilmu fiqih, ushul fiqh, tauhid, tafsir, serta
logika. Oleh sebab itu, diantara wali songo yang lain, hanya beliaulah yang
dijuluki al-‘alim (orang yang luas ilmunya).
Disamping
menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga menjadi panglima perang Kesultanan Demak
Bintoro yang tangguh, dan dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di daerah
Kudus, sehigga beliau menjadi pemimpin pemerntahan sekaligus pemimpin aga,ma di
daerah tersebut.
Pada
tahun 986 H atau 1549 M, Sunan Kudus Menunaikan Haji. Saat itu pul beliau
singgah ke Bait al-Maqdis (al-Quds) untuk memperdalam ilmu agama. Disana,
beliau mendapat semacam amanat berbahasa Arab yang tertulis di atas batu. Inti
pesan itu adalah menyuruh Sunan Kudus mendirikan masjid dan menanamkan syiar
Islamnya dengan nama Kudus, bila beliau kembali ke pulau Jawa. Dan akhirnya
terciptalah Masjid Manara dan daerah bernama Kudus. Hingga kini pesan yang
dituliskan Arab di atas batu tersebmasih tersimpan di mihrab.
Seperti
sunan yang llainnya, dalam menyiarkan Islam Sunan Kudus tidak menghilangkan
ciri atau budaya Hindu. Bahkan sampai sekarang di daerah Kudus ada pelarangan
untuk menyembelih sapi. Hal itu merupakan sebuah penghormatan Sunan Kudus
terhadap masyarakat yang mayoritas memeluk agama Hindu.
Selain
sebagai mubaligh, beliau juga dikenal sebagai pujanga mengarang cerita-cerita
bernafaskan Islam, sebagai pendukungan dalam
melaksanakan dakwahnya. Karangan cerita beliau yang palig terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
8.
Sunan Kalijaga (akkhir abad ke-14 pertengahan abad ke-15)
Nama
Kalijaga konon berasal dari rangkaian bahassa Arab “qodi zaka” yang berarti pelaksana dan
membersihkan. Qadizaka yang kemudian menurut lidah dan ejaan menjadi Kalijaga
berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kebersihan dan kesucian. Nama
kecilnya adalah Raden Mas Syaid atau sa’id putra Walitika adipati Tuuban, dan kadang-kadang
dijuluki Syekh Malaya.
Salah
satu sifat yang menonjol dari Raden Mas Syahid kecil adalah sifat welas asih
(kasih sayang). Sikap kasih sayang tersebut terutama ditunjukan kepada rakyat
kecil yang banyak menderita. Bahkan pada masa remajanya perasaan kasih sayang
tersebut diwujudkan secara berlebihan.
Daerah
dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai mubaligh beliau
berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Karena system dakwahnya yang
intelek dan actual, maka para bangsawan dan cendikiawan sangat simpati
terhadapnya, demikian juga lapisan masyarakat awam, bahkan pengsaha.
Dunsn
Kalijaga yang berasal dari lingkungan keraton Majapahit menyebarkan Islam
dengan memanfaatkan sarana wayang yang digemari masyarakat pedalaman Jawa.
Salah satu contohnya adalah Wayang Purwa. Pengetahuan dibidang seni melatar
belakangi pendekatan kebudayaan yang digunakannya dalam menyebarkan agama
Islam.
Dalam
menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak membangun pesantren sepert yang
dilakukan oleh para wali lainnya. Beliau lebih cenderung dengan berkelana dari
tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Dalam metode dakwahnya, kepercayaan da
adat istiadat setempat tidak ditentan begitu saja, bahkan beliau jadikan
sebagai sarana dakwah.
9.
Sunan Muria (abad ke-15- abad ke-16)
Nama
aslinya Raden Umar Said atau Raden Said, sedangkan nama kecilnya adalah Raden
Prawoto, namun beliau lebih terkenal dengan nama Sunan Muria karena pusat
kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di gunung Muria (18 km di sebelah
utara kota Kudus sekarang).
Ciri
khas Sunan Muria dalam upaya menyiarkan agama Islam adalah menjadikan desa-desa
terpencil sebagai tempat dakwahnya. Beliau lebih suka menyendiri dan bertempat
tinggal di desa dan bergaul dengan rakyat iasa.
Beliau
mendidik rakyat di sekitar gunung Muria. Cara yag ditempuhnya dalam menyiarkan
agama Islam adalah dengan mengadakan kursus-kursus bagi bagi kaum pedagang,
para nelayan dan rakyat biasa. Beliau juga banyak menggunakan metode pendekatan
kebudayaan yang bertujuan untuk menarik rakyat golongan bawah masuk Islam.
Misalnya, dengan menggunakan pertunjukan kesenian yang digemari masyarakat
setempat.
Sunan
Muria juga terkenal sebagai pendukung setia Kesultanan Demak Bintiro dan
berperan serta dalam mendirika masjid Demak. Dalam rangka dakwah melalui
budaya, beliau menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti. Sinom adalah sejenis tembang Jawa yang pada
umumnya menampilkan suasana yang dapat menyentuh hati. Sedangkan kinanti pada
umumnya berisi tentang syair-syair yang bersuasana senang, gembira, penuh kasih
sayang dan rasa cinta.
Metode
Dakwah wali Songo
Pada
dasarnya metode dakwah wali songo awalnya terdapat dua macam, yaitu :
mengislamisasikan adat dan murni menurut Islam. Dari kedua metode tersebut
tidak dipraktekkan sekaligus secara bersamaan. Karena, tidak semua daerah
tempat para wali songo berdakwah dapat dapat menerima metode tersebut. Ada yang
hanya dapat menerima salah-satunya saja.
Kebanyakan
para sunan terlebih dahulu menggunakan metode yang pertama, yaitu
mengislamisasikan adat. Maksudnya, para sunan menggunakan adat dan kepercayaan
yang dianut maayarakat setempat sebagai alat dakwah mereka. Dengan demikian,
metode yang kedua dapat digunakan setelah metode yan pertama berhasil.
Dan
telah dijelaskan bahwa pulau Jawa yang merupakan pusat mereka berdakwah,
masyarakatnya mayoritasberagama Hindu/Budha. Dengan demikian tidaklahefektif
bila langsung menggunakan metofe kedua, yaitu murni menurut Islam. Janganka
diterima dengan tangan terbuka, masyarakat bisa saja menolak mentah-mentah
dengan mengusir bahkan bisa saja membunuh sunan yang akan berdakwah di daerah
tersebut. Karena mereka merasa terganggu akan kehadiran sunan yang secara
tiba-tiba menyatakan bahwa agama yang mereka anut adalah sesat.
Melihat
dari sejarahnya, metode yang digunakan dalam menyebarkan agama Islam oleh wali
songo disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah yang akan dijadikan tempat mereka berdakwah. Dan seperti yang telah
dijelaskan di atas, para wali tidak menghilangkan adat mereka. Akan tetapi,
mengubah adat mereka menjadi adat dengan nuansa Islam.
Dari
penjelasan dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Agama Islam mulai
dikenal banyak oleh bangsa Indonesia karena adanya semangat dakwah yang tinggi
dari sembilan wali atau yang terkenal dengan sebutan wali songo dalam
menyebarkan agama Islam. Wali Songo itu sendiri adalah 9 ulama’ yang menyebarkan agama
Islam di Pulau Jawa. Mereka adalah :
1.
Sunan Gresik, nama aslinya Maulana Malik Ibrohim.Wafat pada tanggal 12 Rabiul awal 822/8 April 1481. kajian
dakwahnya denga berdagang.
2.
Sunan Ampel, nama aslinya Raden Rahmat. Lahir di Campa, Aceh th 1401 dan wafat
di Ampe, Surabaya h 1481. kajian dakwahnya berawal dengan membangun pesantren.
3.
Sunan Bonang, dikenal dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahimm, atau Raden
Ibrahim (Makhdum adalah gelar yang bisa di berikan kepada seorang ulama besar
di India, dan berarti orang yang dihormati).
4.
Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Lahir di Blambangan pada pertengahan abad
ke-15 dan wafat di Giri th 1506. kajian dakwahnya bersisfat permainan yang
berjiwa agama.
5.
Sunan Bonang, nama aslinya Raden Maulaa Makhdum Ibrahim. Lahir di Aampel Denta,
surabaya th 1464 dan wafat di Tuban pada th 1525. Kajian dakwahnya dengan jalan
seni.
6.
Sunan Drajat, nama aslinya Masih Munat. Lahir di Ampel Denta, Surabaya sekitar
tahun 1470 dan wafat di Sedayu, Gresik pertengahan abad ke-16. kajian dakwahnya
bersifat sosial.
7. Sunan Gunung Jati, nama aslinaya Syarif
Hidayatullah. Lahir di Mekkah pada th 1448 dan wafat di Gunng Jati, Cirebon,
Jawa Barat th 1570. Kajian dan dakwahnya dengan politi dan sosial.
8.
Sunan Muria, nama aslinya Umar Said atau Raden Sahid. Lahir pada abad ke-15 dan
wafat pada abad ke-16. Kajian dakwahnya dengan mengadakan kursus-kursus bagi
kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa.
9.
Sunan Kudus, nama aslinya Ja’far Sadiq. Lahir pada ke-15 dan wafat di Kudus th 1550. kajian
dakwahnya dengan pendekatan kultural, yaitu menciptakan berbagai cerita
keagamaan.
Diambil dari
https://fitwiethayalisyi.wordpress.com/bascame-ilmu/walisongo-nine-wali/
Sekian
sejarah ttg Wali Songo penyiar agama islam di Indonesia. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar