Masuknya Bangsa Barat Ke Indonesia
Pada permulaan abad Pertengahan, orang-orang Eropa sudah
mengenal hasil bumi dari dunia Timur, terutama rempah-rempah dari Indonesia.
Dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani (1453) mengakibatkan
hubungan perdagangan antara Eropa dan Asia Barat (Timur Tengah) terputus.
Hal ini mendorong orang- orang Eropa mencari jalan sendiri
ke dunia Timur untuk mendapatkan rempah-rempah yang sangat mereka butuhkan.
Melalui penjelajahan samudra, akhirnya bangsa-bangsa Barat berhasil mencapai
Indonesia. Kedatangan bangsa-bangsa Barat di Indonesia pada mulanya lewat
kongsi-kongsi perdagangan. Kongsi-kongsi perdagangan tersebut berusaha untuk
menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia melalui praktik monopoli.
Faktor-faktor yang mendorong bangsa-bangsa Barat pergi ke
dunia Timur, antara lain sebagai berikut.
1.Dikuasainya rute dan pusat-pusat perdagangan di Timur
Tengah oleh orang-orang Islam.
2.Adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
yaitu dengan ditemukan peta dan kompas yang sangat penting bagi pelayaran.
3.Adanya keinginan untuk mendapatkan rempah-rempah dari
daerah asal sehingga harganya lebih murah dan dapat memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya.
4.Adanya keinginan untuk melanjutkan Perang Salib dan
menyebarkan agama Nasrani ke daerah-daerah yang dikunjungi.
5.Adanya jiwa petualangan sehingga menggugah semangat untuk
melakukan penjelajahan samudra.
a.Masuknya Bangsa Portugis ke Indonesia
Bangsa Portugis telah berhasil mencapai India (Kalikut)
1498. Bangsa Portugis berhasil mendirikan kantor dagangnya di Gowa pada
tahun1509.
Pada tahun 1511 di bawah pimpinan
d'Albuquerque Portugis berhasil menguasai Malaka. Dari Malaka di bawah pimpinan
d'Abreu tahun 1512 Portugis telah sampai di Maluku dan diterima baik oleh Sultan
Ternate yang pada waktu itu sedang bermusuhan dengan Tidore. Portugis berhasil
mendirikan benteng dan mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah.
Selain mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah di
Maluku, Portugis juga aktif menyebarkan agama Kristen (Katolik) dengan tokohnya
yang terkenal ialah Franciscus Xaverius. Portugis ini tidak hanya memusatkan
kegiatannya di Indonesia bagian timur (Maluku ), tetapi juga ke Indonesia
bagian barat (Pajajaran). Pada tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah
pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh Pajajaran dengan maksud agar
Portugis mau membantu dalam menghadapi ekspansi Demak.
Terjadilah Perjanjian Sunda Kelapa (1522) antara Portugis
dan Pajajaran, yang isinya sebagai berikut.
1)Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa.
2)Pajajaran akan menerima barang-barang yang dibutuhkan dari
Portugis termasuk senjata.
3)Portugis akan memperoleh lada dari pajajaran menurut
kebutuhannya.
Awal tahun 1527 Portugis datang lagi ke Pajajaran untuk
merealisasi Perjanjian Sunda Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh
pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahilah. Pertempuran berakhir dan namanya
diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang).
b.Masuknya Bangsa Spanyol ke Indonesia
Kedatangan bangsa Portugis sampai di Indonesia (Maluku)
segera diikuti oleh bangsa Spanyol. Ekspedisi bangsa Spanyol di bawah pimpinan
Magelhaen, pada tanggal 7 April 1521 telah sampai di Pulau Cebu. Rombongan
Magelhaen diterima baik oleh Raja Cebu sebab pada waktu itu Cebu sedang
bermusuhan dengan Mactan. Persekutuan dengan Cebu ini harus dibayar mahal
Spanyol sebab dalam peperangan ini Magelhaen terbunuh.
Dengan meninggalnya Magelhaen, ekspedisi bangsa Spanyol di
bawah pimpinan Sebastian del Cano melanjutkan usahanya untuk menemukan daerah
asal rempah-rempah. Dengan melewati Kepulauan Cagayan dan Mindanao akhirnya
sampai di Maluku (1521). Kedatangan bangsa Spanyol ini diterima baik oleh
Sultan Tidore yang saat itu sedang bermusuhan dengan Portugis.
Sebaliknya, kedatangan Spanyol di Maluku bagi Portugis
merupakan pelanggaran atas "hak monopoli". Oleh karena itu, timbullah
persaingan antara Portugis dan Spanyol.
Sebelum terjadi perang besar, akhirnya diadakan Perjanjian
Saragosa (22 April 1529) yang isinya sebagai berikut.
1) Spanyol harus meninggalkan Maluku, dan memusatkan
kegiatannya di Filipina.
2) Portugis tetap melakukan aktivitas perdagangan di Maluku.
c.Masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia
Sebelum datang ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli
rempah-rempah di Lisabon (ibu kota Portugis). Pada waktu itu Belanda masih
berada di bawah penjajahan Spanyol. Mulai tahun 1585, Belanda tidak lagi
mengambil rempah-rempah dari Lisabon karena Portugis dikuasai oleh Spanyol.
Dengan putusnya hubungan perdagangan rempah-rempah antara Belanda dan Spanyol
mendorong bangsa Belanda untuk mengadakan
penjelajahan samudra.
Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju
Nusantara dengan empat buah kapal di bawah pimpinan Cornelis
de Houtman. Dalam pelayarannya menuju ke timur, Belanda menempuh rute Pantai
Barat Afrika –Tanjung Harapan–Samudra Hindia–Selat
Sunda–Banten.
Pada saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Maulana
Muhammad (1580–1605) Kedatangan
rombongan Cornelis de Houtman, pada mulanya diterima baik oleh masyarakat
Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten.
Namun, karenanya sikap yang kurang baik sehingga orang
Belanda kemudian diusir dari Banten. Selanjutnya, orang-orang Belanda
meneruskan perjalanan ke timur akhirnya sampai di Bali.
Rombongan kedua dari Negeri Belanda di bawah pimpinan Jacob
van Neck dan Van Waerwyck, dengan delapan buah kapalnya tiba di Banten pada
bulan November 1598. Pada saat itu hubungan Banten dengan Portugis sedang
memburuk sehingga kedatangan bangsa Belanda diterima dengan baik. Sikap Belanda
sendiri juga sangat hati-hati dan pandai mengambil hati para penguasa Banten
sehingga tiga buah kapal mereka penuh dengan muatan rempah-rempah (lada) dan
dikirim ke Negeri Belanda, sedangkan lima buah kapalnya yang lain menuju ke
Maluku.
Keberhasilan rombongan Van Neck dalam perdagangan
rempah-rempah, mendorong orang-orang Belanda yang lain untuk datang ke
Indonesia. Akibatnya terjadi persaingan di antara pedagang-pedagang Belanda
sendiri.
Setiap kongsi bersaing secara ketat. Di samping itu, mereka
juga harus menghadapi persaingan dengan Portugis, Spanyol, dan Inggris. Melihat
gelagat yang demikian, Olden Barneveld menyarankan untuk membentuk perserikatan
dagang yang mengurusi perdagangan di Hindia Timur. Pada tahun 1602 secara resmi
terbentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang
Hindia Timur. VOC membuka kantor dagangnya yang pertama di di Banten (1602) di
kepalai oleh Francois Wittert.
Tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai berikut.
1.Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara
sesama pedagang Belanda.
2.Untuk memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi
persaingan, baik dengan sesama bangsa Eropa, maupun dengan bangsa-bangsa Asia.
3.Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, baik impor maupun
ekspor.
Diambil dari
http://sejarah11-jt.blogspot.co.id/2012/10/masuknya-bangsa-asing-ke-indonesia.html?m=1
>. Sejarah pembentukan negara dan pemerintahan indonesia
Pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia - Dilihat dari
hukum tata negara, Proklamasi Kemerdekaan 1945 berarti bahwa bangsa Indonesia
telah memutuskan ikatan dengan tatanan hukum sebelumnya. Tatanan Hindia Belanda
ataupun tatanan hukum pendudukan Jepang. Dengan kata lain, bangsa
Indonesia mulai saat itu telah mendirikan tatanan hukum yang baru, yaitu
tatanan hukum Indonesia. Di dalamnya berisikan hukum Indonesia, yang ditentukan
dan dilaksanakan sendiri oleh bangsa Indonesia.
Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin
bekerja keras membentuk lembaga pemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara
merdeka. PPKI kemudian menyelenggarakan rapat pada 17 Agustus 1945. Atas
inisiatif Soekarno dan Hatta, mereka merencanakan menambah sembilan orang
sebagai anggota baru yang terdiri dari para pemuda, seperti Chairul Saleh dan
Sukarni. Namun, para pemuda memutuskan untuk meninggalkan tempat karena
menganggap PPKI adalah bentukan Jepang.
1. Pengesahan UUD 1945
Rapat pertama PPKI untuk mengesahkan UUD 1945 tanggal 18
Agustus 1945 dilaksanakan di Pejambon Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan Hatta
meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan
Mr.Teuku Mohammad Hassan untuk mengkaji rancangan pembukaan UUD. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang dianut oleh BPUPKI pada 22 Juni
1945, khususnya berkaitan dengan kalimat “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini perlu dikaji karena pemeluk agama lain merasa
keberatan jika kalimat itu dimasukkan dalam UUD. Akhirnya, setelah dilakukan
pembicaraan yang dipimpin oleh Hatta, dicapai kata sepakat bahwa kalimat
tersebut dihilangkan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat pleno
dimulai pada pukul 11.30 di bawah pimpinan Soekarno dan Hatta. Dalam
membicarakan UUD ini, rapat berlangsung lancar.
Rapat berhasil menyepakati bersama rancangan Pembukaan dan
UUD Negara Republik Indonesia. Rancangan yang dimaksud adalah Piagam Jakarta
yang dibuat oleh BPUPKI dengan sedikit perubahan disahkan menjadi UUD. Isi dari
UUD meliputi Pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan
Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan disertai dengan penjelasan. Dengan
demikian, Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat dalam hidup bernegara
dengan menentukan arahnya sendiri.
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Pada hari yang sama, dalam rapat untuk memilih presiden dan
wakil presiden, tampil Otto Iskandardinata yang mengusulkan agar pemilihan
dilakukan secara mufakat. Ia sendiri mengajukan Soekarno dan Hatta
masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Tentunya hal ini sesuai
dengan UUD yang baru disahkan.
Dalam musyawarah untuk mufakat, secara aklamasi peserta
sidang menyetujui dan menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden pertama Republik Indonesia, diiringi dengan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.
3. Pembagian Wilayah Indonesia
Rapat PPKI pada 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah
Indonesia menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia Belanda.
Kedelapan provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Borneo
(Kalimantan), Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa Tenggara), Sumatra, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.
4. Pembentukan Kementerian
Setelah rapat menetapkan wilayah, Panitia Kecil yang
dipimpin oleh Mr. Ahmad Soebardjo menyampaikan laporannya. Panitia Kecil
mengajukan tiga belas kementerian. Sidang kemudian membahas usulan tersebut dan
menetapkan perihal kementerian. Selanjutnya, rapat memutuskan adanya dua belas
departemen dan satu kementerian negara.
1. Menteri Luar Negeri Mr. Achmad Soebardjo
2. Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranatakoesoema
Wakil Menteri Dalam Negeri Mr. Harmani
3. Menteri Keamanan Rakyat Soeljadikoesoemo
4. Menteri Kehakiman Prof.
Dr. Soepomo
5. Menteri Penerangan Amir
Sjarifuddin
Wakil Menteri Penerangan Ali Sastroamidjojo
6. Menteri Keuangan Dr.
Samsi Sastrawidagda
7. Menteri Kemakmuran Ir.
Soerachman Tjokroadisoerjo
8. Menteri Pekerjaan Umum Abikoesno Tjokrosoejoso
9. Menteri Perhubungan Abikoesno
Tjokrosoejoso
10. Menteri Sosial Iwa Koesoemasoemantri
11. Menteri Pengajaran Ki Hadjar Dewantara
12. Menteri Kesehatan Dr. Boentaran Martoatmodjo
Menteri Negara :
Mohammad Amir
Wahid Hasjim
Mr. Sartono
A. A. Maramis
Otto Iskandardinata
Pejabat setingkat menteri
Ketua Mahkamah Agung Dr. Koesoema Atmadja
Jaksa Agung Gatot Tarunamihardja
Sekretaris Negara Abdoel Gaffar Pringgodigdo
Juru bicara negara Soekarjo Wirjopranoto
5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat
Pada 22 Agustus 1945, PPKI kembali menyelenggarakan rapat
pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang akan menggantikan PPKI.
Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota KNIP yang mencerminkan keadaan
masyarakat Indonesia. Seluruh anggota PPKI, kecuali Soekarno dan Hatta menjadi
anggota KNIP. Mereka kemudian dilantik pada 29 Agustus 1945.
Susunan pengurus KNIP adalah sebagai berikut.
Ketua KNIP : Mr. Kasman Singodimejo
Wakil Ketua I : Sutarjo Kartohadikusumo
Wakil Ketua II : Mr.J.Latuharhary
Wakil Ketua III : Adam Malik
Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan
dan berhak ikut serta dalam menetapkan GBHN.
6. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
Pada 23 Agustus Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi
berdirinya BKR sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan.
Mayoritas angota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan Heiho.
Terpilih sebagai pimpinan BKR pusat adalah Kaprawi.
Dalam perkembangannya, kebutuhan untuk membentuk tentara
tidak dapat diabaikan lagi. Apalagi setelah Sekutu membebaskan para serdadu
Belanda bekas tawanan Jepang dan melakukan tindakan-tindakan yang mengancam
pertahanan dan keamanan. Soekarno kemudian memanggil mantan Mayor KNIL Oerip
Soemohardjo dari Yogyakarta ke Jakarta. Oerip Soemohardjo diberi tugas untuk
membentuk tentara nasional.
Berdasarkan maklumat Presiden RI, pada 5 Oktober berdirilah
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Soepriyadi (tokoh perlawanan tentara PETA
terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar maklumat
itu, Oerip Soemohardjo segera membentuk Markas Besar TKR yang dipusatkan di
Yogyakarta.
Pada perkembangannya, Tentara Keamanan Rakyat berubah
menjadi Tentara Keselamatan Rakyat pada 7 Januari 1946. Nama itu berubah
kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 24 Januari 1946. TRI
berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni 1947. Dengan
demikian, hingga pertengahan 1947 pemerintah telah berhasil menyusun,
mengonsolidasi, sekaligus menyatukan alat pertahanan dan keamanan.
Demikianlah Materi Sejarah Pembentukan
Pemerintahan Republik Indonesia, semoga bermanfaat.
Diambil dari
http://www.materisma.com/2014/02/sejarah-pembentukan-pemerintahan.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar